Senin, 24 Mei 2010

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.
Tercatat pada tahun 1819, C.G.C. Reinwardt sebagai orang yang pertama yang mendaki Gunung Gede, kemudian disusul oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), J.E. Teysmann (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), W.M. van Leeuen (1911); dan C.G.G.J. van Steenis (1920-1952) telah membuat koleksi tumbuhan sebagai dasar penyusunan buku “THE MOUNTAIN FLORA OF JAVA” yang diterbitkan tahun 1972.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana. 
Ekosistem sub-montana dicirikan oleh banyaknya pohon-pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju (Dacrycarpus imbricatus), dan puspa (Schima walliichii). Sedangkan ekosistem sub-alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangerangensis, bunga eidelweis (Anaphalis javanica), violet (Viola pilosa), dan cantigi (Vaccinium varingiaefolium). 
Satwa primata yang terancam punah dan terdapat di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango yaitu owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata comata), dan lutung budeng (Trachypithecus auratus auratus); dan satwa langka lainnya seperti macan tutul (Panthera pardus melas), landak Jawa (Hystrix brachyura brachyura), kijang (Muntiacus muntjak muntjak), dan musang tenggorokan kuning (Martes flavigula).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango terkenal kaya akan berbagai jenis burung yaitu sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa. Beberapa jenis diantaranya burung langka yaitu elang Jawa (Spizaetus bartelsi) dan burung hantu (Otus angelinae).
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir pada tahun 1977, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.
Sejarah dan legenda yang merupakan kepercayaan masyarakat setempat yaitu tentang keberadaan Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi di Gunung Gede. Masyarakat percaya bahwa roh Eyang Suryakencana dan Prabu Siliwangi akan tetap menjaga Gunung Gede agar tidak meletus. Pada saat tertentu, banyak orang yang masuk ke goa-goa sekitar Gunung Gede untuk semedhi/ bertapa maupun melakukan upacara religius.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi :
Telaga Biru. Danau kecil berukuran lima hektar (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.
Air terjun Cibeureum. Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter terletak sekitar 2,8 km dari Cibodas. Di sekitar air terjun tersebut dapat melihat sejenis lumut merah yang endemik di Jawa Barat.
Air Panas. Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.
Kandang Batu dan Kandang Badak. Untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m. dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
Puncak dan Kawah Gunung Gede. Panorama berupa pemandangan matahari terbenam/terbit, hamparan kota Cianjur-Sukabumi-Bogor terlihat dengan jelas, atraksi geologi yang menarik dan pengamatan tumbuhan khas sekitar kawah. Di puncak ini terdapat tiga kawah yang masih aktif dalam satu kompleks yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon. Berada pada ketinggian 2.958 m. dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam perjalanan dari Cibodas.
Alun-alun Suryakencana. Dataran seluas 50 hektar yang ditutupi hamparan bunga edelweiss. Berada pada ketinggian 2.750 m. dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.
Gunung Putri dan Selabintana. Berkemah dengan kapasitas 100-150 orang.
Musim kunjungan terbaik: bulan Juni s/d September.
Cara pencapaian lokasi: Jakarta-Bogor-Cibodas dengan waktu sekitar 2,5 jam (± 100 km) menggunakan mobil, atau Bandung-Cipanas-Cibodas dengan waktu 2 jam (± 89 km), dan Bogor-Selabintana dengan waktu 2 jam (52 km).
Letak Kab. Bogor, Kab. Cianjur dan Kab. Sukabumi, Provinsi Jawa Barat Temperatur udara 5° - 28° C
Curah hujan Rata-rata 3.600 mm/tahun
Ketinggian tempat 1.000 - 3.000 m. dpl
Letak geografis 6°41’ - 6°51’ LS, 106°50’ - 107°02’ BT
 
Kantor : Jl. Raya Cibodas PO Box 3 Sindanglaya
Cipanas 43253, Cianjur, Jawa Barat
Telp. (0263) 512776; Fax. (0263) 519415
E-mail : tngp@cianjur.wasantara.net.id

Sumber : dephut.go.id

Gajah Mada, sang Patih

Gajah Mada ialah salah satu Patih, kemudian Mahapatih, Majapahit yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Tidak diketahui sumber sejarah mengenai kapan dan di mana Gajah Mada lahir. Ia memulai karirnya di Majapahit sebagai bekel. Karena berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta & Sadeng pun akhirnya takluk. Patih Gajah Mada kemudian diangkat secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai patih di Majapahit (1334).

Sumpah Palapa

Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah Palapa, yakni ia baru akan menikmati palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton berikut [1]: “ Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ”
(Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada “Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.)
Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Perang Bubat

Dalam Kidung Sunda[2] diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.
Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh “Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.

Akhir hidup

Disebutkan dalam Negarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah gering (sakit). Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.
Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung, untuk selanjutnya membantunya dalam menyelenggarakan segala urusan negara.

Referensi : http://perangku.wordpress.com/2009/08/30/patih-gajah-mada/#more-34

"Car Free Day" Jakarta Jadi Dua Kali Sebulan

Sambutan luas atas Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) membuat Pemprov DKI berniat untuk menambah frekuensinya dari sebulan sekali menjadi dua kali.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo sebelumnya telah menginstruksikan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) untuk melakukan pengaturan bagi diselenggarakannya CFD dua kali sebulan di jalan protokol Sudirman-Thamrin.
"Kami sedang menyusun jadwal baru untuk bisa melaksanakan CFD dua kali dalam sebulan. Diharapkan bulan Juni nanti sudah dapat diterapkan," kata Kepala BPLHD DKI Peni Susanti di Jakarta, Kamis.
Peni menyebut permintaan Gubernur itu adalah untuk mengakomodasi keinginan masyarakat luas yang merasakan banyak manfaat dari adanya hari tanpa kendaraan bermotor yang digelar tiap hari Minggu terakhir setiap bulannya.
"Ini atas permintaan masyarakat yang banyak menggunakan CFD untuk menambah kerukunan keluarga. Banyak yang bilang daripada main ke mall, mending berolahraga bersama keluarga," papar Peni.
Saat ini, selain di jalan Sudirman-Thamrin, tiap wilayah di DKI juga telah merintis pelaksanaan CFD di wilayah meskipun dengan frekuensi yang masih jarang.
Pelaksanaan CFD yang dinilai sukses adalah di jalan utama ibukota yakni Sudirman-Thamrin yang digunakan masyarakat luas untuk berbagai aktivitas seperti bersepeda, berolahraga maupun hanya sekedar menikmati jalan tanpa kendaraan bermotor.
Selain itu, ajang CFD itu juga dilihat sebagai salah satu arena sosialisasi yang cukup efektif bagi masyarakat seperti yang dilakukan TMC ketika meluncurkan akun "twitter" beberapa waktu lalu.
"Adanya ajang ini membuat sosialisasi kebijakan pemerintah menjadi lebih efektif karena masyarakat banyak berkumpul," ujar Peni.
Atas pertimbangan-pertimbangan itulah maka Pemprov DKI akan segera mewujudkan pelaksanaan CFD hingga dua kali seminggu khusus di Sudirman-Thamrin selain sebulan sekali di tiap wilayah.
CFD juga telah terbukti efektif untuk mengurangi kadar emisi gas buang kendaraan yang menjadi polutan terbesar di Jakarta sehingga menyukseskan program Langit Biru yang dicanangkan Pemprov DKI.

Sumber : antaranews.com

Tiap Tahun 1,8 Juta Hektare Hutan Indonesia Hancur

Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Prof Dr Umar Anggara Jenie, M.Sc, Apt mengungkapkan bahwa kondisi hutan di Indonesia sudah mengkhawatirkan karena 1,8 juta hektare hutan hancur per tahun.
"Pada edisi 2008 Guinness Books of Record melansir bahwa Indonesia merupakan negara yang hutannya mengalami kerusakan paling cepat di antara 44 negara yang masih memiliki hutan, yakni 1,8 juta hektare hutan hancur per tahun," katanya pada peringatan hari Keanekaragaman Hayati se-Dunia dan Tahun Keanekaragaman Hayati di Pusat Penelitian (Puslit) Biologi, Cibinong Science Center (CSC), Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), Sabtu.
Umar mengatakan, data tersebut berdasarkan pengamatan dari tahun 2002 hingga 2005, artinya tingkat kehancuran hutan mencapai dua persen setiap tahun atau setara dengan 51 kilometer persegi per hari.
Bahkan, kata dia, di Jawa dan Bali lebih kurang 91 persen dari hutan alam yang pernah ada kini telah berubah musnah dan beralih fungsi.
Selain itu, kata dia, Indonesia juga akan kehilangan beragam hewan dan tumbuhan yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa Indonesia dan modal pembangunan utama yang dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat.
"Melihat kenyataan tersebut, penyelamatan tumbuhan asli Indonesia menjadi suatu keniscayaan dan harus memacu kita untuk mencegah punahnya tumbuhan sebagai aset yang tidak ternilai harganya untuk modal pembangunan dan masa depan bangsa," jelasnya.
Ia mengatakan, keanekaragaman hayati merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan nasional dan modal strategis dalam meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa.
Indonesia, katanya, memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang melimpah sehingga dijuluki sebagai Megadiversity Country.
Dalam hal keanekaragaman tumbuhan, katanya, Indonesia menduduki peringkat lima besar di dunia, memiliki lebih dari 38.000 jenis tumbuhan, di mana 55 persen diantaranya merupakan jenis endemik.
Untuk Pulau Jawa saja, kata dia, sejumlah jenis setiap 10.000 kilometer persegi mencapai 2.000-3.000 jenis.
Sedangkan di Kalimantan dan Papua mencapai lebih dari 5.000 jenis, dan masih banyak keanekaragaman hayati lainnya yang berpotensi dan memiliki prospek secara ekonomis maupun keilmuan.
"Namun, fakta di lapangan menunjukkan degradasi habitat yang berimplikasikan pada penurunan keanekaragaman ekosistem, kenis dan genetik memperlihatkan `trend` yang semakin mengkhawatirkan," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Utama LIPI Prof Rochadi Abdul Hadi mengatakan, penanaman yang dilakukan tidak hanya penanaman semata, tapi jenis pohon yang ditanam adalah jenis tanaman endemik di Indonesia yang populasinya terancam punah.
"Ini bukan asal menanam saja, tapi yang kita tanam adalah tanaman jenis endemik Indonesia yang sudah mau punah, ada 17 jenis dengan jumlah 2010 pohon," katanya.
Rochadi mengatakan, selama ini banyak yang melakukan penanaman pohon tidak diperhatikan jenis pohon yang ditanam, sehingga nilai pohon yang ditanam tidak bermanfaat.
Ia mencotohkan banyak kalangan melakukan penanaman pohon jenis Akasia yang bukan asli Indonesia, ternyata pohon tersebut merusak ekosistem yang lain.

sumber : antaranews.com

Rabu, 05 Mei 2010

Tanjung Bira, Bulukumba

Tanjung bira terkenal dengan pantai pasir putihnya yang cantik dan menyenangkan. Airnya jernih, baik untuk tempat berenang dan berjemur. Disini kita dapat menikmati matahari terbit dan terbenam dengan cahayanya yang berkilau nenbersit pada hamparan pasir putih sepanjang puluhan kilometer.
Pantai bira yang sudah terkenal hingga mancanegara, kini sudah ditata secara apik menjadi kawasan wisata yang patutu di andalkan. Berbagai sarana sudah tersedia, seperti perhotelan, restoran, serta sarana telekomunikasi, pantai bira berlokasi sekitar 41 km kearah timur dari kota bulukumba. dengan pelabuhan penyeberangan fery yang menghubungkan daratan Sulawesi Selatan dengan pulau selayar. Tanjung Bira merupakan pantai pasir putih  yang cukup terkenal di Sulawesi Selatan. Pantai ini termasuk pantai yang  bersih, tertata rapi, dan air lautnya jernih. Keindahan dan kenyamanan pantai ini terkenal hingga ke mancanegara. Turis-turis asing dari berbagai negara banyak yang berkunjung ke tempat ini untuk berlibur.
Pantai Tanjung Bira sangat indah dan  memukau dengan pasir putihnya yang lembut seperti tepung terigu. Di lokasi,  para pengunjung dapat berenang, berjemur, diving dan snorkling. Para pengunjung juga dapat menyaksikan  matahari terbit dan terbenam di satu posisi yang sama, serta dapat menikmati  keindahan dua pulau yang ada di depan pantai ini, yaitu Pulau Liukang dan Pulau  Kambing.
Tanjung Bira terletak di daerah ujung paling selatan Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Bonto Bahari,  Kabupaten Bulukumba.
Tanjung Bira terletak sekitar 40 km dari  Kota Bulu Kumba, atau 200 km dari Kota Makassar. Perjalanan dari Kota Makassar  ke Kota Bulukumba dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum berupa mobil Kijang, Panther atau Innova dengan tarif sebesar Rp. 35.000,-. Selanjutnya,  dari Kota Bulukumba ke Tanjung Bira dapat ditempuh dengan menggunakan mobil  pete-pete (mikrolet) dengan tarif berkisar antara Rp. 8.000,- sampai – Rp.  10.000,-. Total waktu perjalanan dari Kota Makassar ke Tanjung Bira sekitar 3 –  3,5 jam.
Jika pengunjung berangkat dari Bandara  Hasanuddin, langsung menuju ke terminal Malengkeri (Kota Makassar) dengan  menggunakan taksi yang tarifnya sekitar Rp. 40.000,-. Di terminal ini kemudian naik bus tujuan Bulukumba atau yang langsung ke Tanjung Bira.
Di kawasan wisata Tanjung Bira, angkutan  umum beroperasi hanya sampai sore hari. Jika pengunjung harus kembali ke Kota Makassar pada sore itu juga, di sana  tersedia mobil carteran (sewaan) dengan tarif Rp. 500.000,-.
Biaya tiket masuk ke lokasi Pantai Tanjung  Bira sebesar Rp. 5.000,-.
Kawasan wisata Pantai Tanjung Bira dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti restoran, penginapan, villa, bungalow, dan hotel dengan tarif mulai dari Rp. 100.000,- hingga Rp. 600.000,-  per hari. Di tempat ini juga terdapat persewaan perlengkapan diving dan snorkling dengan tarif Rp. 30.000,-. Bagi pengunjung yang selesai berenang di pantai,  disediakan kamar mandi umum dan air tawar untuk membersihkan pasir dan air laut  yang masih lengket di badan. Bagi pengunjung yang ingin berkeliling di sekitar pantai, tersedia persewaan motor dengan tarif Rp. 65.000,-. Di kawasan pantai  juga terdapat pelabuhan kapal ferry yang siap mengantarkan pengunjung yang ingin berwisata selam ke Pulau Selayar.

Sumber : sulsel.go.id

Kekeringan NTT Dampak Pemanasan Global

Kekeringan yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) akibat curah hujan yang sangat minim tahun ini merupakan dampak dari pemanasan global.
Proses pemanasan global ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama, namun dampak pemanasan ini baru mulai dirasakan saat ini, kata Kepala Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Nusa Cendana (Undana)-Kupang, Prof. Dr. Fred Benu, M.Si, di Kupang, Senin terkait kekeringan yang melanda NTT.
Hampir semua petani di wilayah Nusa Tenggara Timur mulai merasakan dampak kekeringan. Curah hujan yang minim tahun ini juga menyebabkan ancaman gagal panen hampir di semua daerah di provinsi kepulauan itu.
Bahkan stok pangan di lumbung petani bisa dipastikan tidak cukup hingga musim tanam tahun berikut.
"Curah hujan yang sangat minim tahun ini merupakan dampak dari pemanasan global. Proses pemanasan global ini sebenarnya sudah terjadi sejak lama, namun dampak pemanasan ini baru mulai dirasakan saat ini," katanya.
Menurut dia, pada masa lalu, pemanasan global sudah terjadi, namun dengan frekuensi kecil dan dampaknya juga kecil tetapi aktivitas pemicu terjadinya pemanasan global terus dilakukan antara lain penebangan hutan yang tidak terkendali dan penggunaan gas yang menyebabkan efek rumah kaca serta lainnya.
Menurut Fred Benu, pemanasan global saat ini harus dihadapi sambil terus berupaya menekan peningkatan pemanasan bumi. Pemanasan global ini tidak akan berkurang dan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.
Cara yang perlu dilakukan adalah dengan beradaptasi dengan keadaan ini untuk bertahan. Model adaptasi dalam bidang pangan adalah harus ada kajian dan penelitian untuk mengembangkan tanaman yang pas untuk situasi yang semakin panas di masa mendatang.
Menurutnya, dampak pemanasan global yang kini sudah dialami NTT harus segera dilihat sebagai masalah yang sangat serus. Antisipasi masalah ini jangan sekedar pada tataran wacana saja, semua pihak tidak bisa mengambil langka sendiri-sendiri.
"Masalah kekeriangan ini akan semakin serius dan kita perlu wanti-wanti sejak saat ini sebab frekuensi semakin tinggi dan ancaman yang semakin berat," kata Fred Benu.

Sumber : antaranews.com

Pengikut

MAPALA UIT Makassar ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO